Testimoni Kontak Kami

Sudah Masterlist, Kok Masih Ditahan di Pelabuhan?

Sudah Masterlist, Kok Masih Ditahan di Pelabuhan?

Sudah Masterlist, Kok Masih Ditahan di Pelabuhan?

Ketika Masterlist Tidak Lagi Jadi Jaminan Kelancaran Impor

Banyak importir merasa aman begitu mendapatkan fasilitas masterlist dari BKPM atau Kementerian Investasi.
Logikanya sederhana: kalau sudah dapat pembebasan bea masuk dan PPN, berarti semua urusan impor pasti lancar.

Namun sejak pemerintah memberlakukan paket regulasi baru — Permendag 16 hingga 24 Tahun 2025 — mulai 29 Agustus 2025, asumsi itu tidak lagi benar.


Masterlist Hanya Mengatur Fiskal, Bukan Kebijakan Impor

Masterlist adalah fasilitas fiskal berupa pembebasan atau penangguhan bea masuk dan pajak impor untuk barang modal, sparepart, atau bahan baku proyek investasi.
Tapi masterlist tidak otomatis membebaskan importir dari kewajiban lain seperti Persetujuan Impor (PI) dan Laporan Surveyor (LS).

Banyak perusahaan baru sadar hal ini ketika barang mereka tertahan di pelabuhan — padahal dokumen masterlist sudah lengkap dan disetujui BKPM.
Masalahnya bukan di fiskal, tapi di izin perdagangan yang belum terbit dari Kementerian Perdagangan.


Paket Permendag 2025 Mengubah Peta

Pemerintah menerbitkan sembilan regulasi baru yang menggantikan Permendag 36/2023.
Salah satunya adalah Permendag No. 22 Tahun 2025, yang mengatur Barang Industri Tertentu seperti:

  • Besi dan baja

  • Ban industri

  • Katup dan pipa

  • Keramik, kaca lembaran, dan kaca pengaman

  • Produk plastik hilir dan bahan kimia tertentu

  • Perkakas dan suku cadang industri (tools & spareparts)

Barang-barang di atas dikategorikan sebagai barang dibatasi impor, artinya wajib memiliki PI dan LS sebelum masuk ke Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL).

Jadi, walaupun sparepart Anda masuk dalam masterlist dan bebas bea masuk, jika HS Code-nya termasuk dalam daftar barang dibatasi, PI tetap wajib.


Kasus yang Sering Terjadi

Bayangkan sebuah pabrik komponen industri yang sedang memperluas kapasitas produksi.
Perusahaan tersebut memiliki masterlist untuk mengimpor sparepart dan perkakas perawatan dari Tiongkok dan Jepang.

Begitu kapal tiba di pelabuhan, sistem INSW menolak pengajuan PIB karena HS Code komponen tersebut tercantum dalam lampiran Permendag 22/2025 sebagai barang dibatasi.

Hasilnya:

  • Barang tertahan di pelabuhan selama berminggu-minggu

  • Perusahaan harus mengurus PI tambahan

  • Timbul biaya demurrage, storage, dan penundaan produksi

  • Keuntungan dari pembebasan bea masuk akhirnya tergerus oleh biaya operasional tambahan

Semua ini terjadi bukan karena kesalahan di masterlist, tapi karena ketidaktahuan bahwa masterlist tidak menggantikan izin impor.


Kenapa Pemerintah Perketat Lagi?

Tujuan utama paket Permendag 2025 adalah penguatan pengawasan barang industri impor dan sinkronisasi dengan program substitusi impor.

Selama ini, banyak sparepart dan perkakas industri masuk menggunakan fasilitas investasi tanpa proses verifikasi perdagangan.
Kini, pemerintah ingin:

  • Menjamin bahwa barang yang diimpor benar-benar dibutuhkan industri dan sesuai izin proyek

  • Mencegah penyalahgunaan fasilitas investasi untuk perdagangan umum

  • Meningkatkan ketertelusuran data impor di sistem INSW dan OSS

Karena itu, meskipun bebas bea masuk, sparepart dan perkakas tertentu tetap wajib memiliki Persetujuan Impor (PI) dan Laporan Surveyor (LS).


Pengecualian Terbatas di Kawasan Berikat atau PLB

Beberapa importir mencoba mengimpor lewat Tempat Penimbunan Berikat (TPB) atau Pusat Logistik Berikat (PLB) agar lebih fleksibel.

Memang, Permendag 22/2025 memberi ruang bahwa selama barang masih berada di dalam kawasan berikat atau PLB, PI dan LS belum wajib.
Namun, begitu barang keluar ke peredaran domestik, seluruh ketentuan impor tetap berlaku penuh.

Jadi, menggunakan PLB memang solusi sementara untuk mengatur arus barang, tapi tidak membebaskan dari kewajiban PI.


Langkah Aman untuk Pengguna Masterlist

Agar tidak mengalami nasib “barang tertahan di pelabuhan”, berikut langkah praktis bagi importir:

  1. Cek HS Code Sparepart Anda
    Cocokkan dengan lampiran Permendag 16–24/2025, terutama 22/2025 untuk kategori industri.
    Jika tercantum sebagai dibatasi impor, segera ajukan PI.

  2. Sinkronkan Tim Fiskal & Perdagangan
    Jangan hanya fokus mengurus pembebasan bea masuk. Pastikan tim Anda juga memproses izin impor sejak awal.

  3. Gunakan OSS/INATRADE Lebih Awal
    Ajukan PI sebelum pengapalan. Sistem sudah terintegrasi dengan INSW, sehingga validasi bisa dilakukan otomatis.

  4. Pertimbangkan PLB Sebagai Buffer
    Jika jadwal pengiriman tidak bisa ditunda, kirim dulu ke PLB sambil menunggu PI terbit. Barang tetap aman dan tidak menumpuk di pelabuhan.

  5. Pantau Revisi HS Secara Berkala
    Karena sistem klaster 2025 memungkinkan pemerintah memperbarui daftar HS kapan saja, pastikan tim compliance Anda selalu update.


Kesimpulan: 0% Bea Masuk ≠ 0% Risiko

Fasilitas masterlist memang mengurangi beban fiskal, tapi tidak menghapus kewajiban regulasi perdagangan.
Bedanya jelas:

  • Masterlist = fasilitas fiskal (bea masuk & pajak)

  • PI & LS = instrumen pengawasan impor (izin & verifikasi)

Dua sistem ini berjalan paralel, bukan saling menggantikan.

Di era setelah Permendag 16–24/2025, siapa pun yang mengimpor sparepart, perkakas, atau bahan industri — termasuk pemegang fasilitas investasi — tetap harus memenuhi aturan PI dan LS.

Jadi, kalau barang Anda tertahan padahal sudah punya masterlist, jawabannya sederhana:
➡️ karena izin impornya belum lengkap.

Back To Articles